Jumat, 22 Maret 2013

Lebih dari sekedar cinta

Tuhan menghadiahkan manusia rasa cinta dan menjadikan manusia berpasangan. Pembuktian cinta yang paling serius bukanlah ucapan kata “Aku Cinta Padamu… Aku sayang padamu”, tapi bukti cinta yang serius adalah  ikrar janji pernikahan di depan wali dan penghulu. Cinta terlalu suci untuk sekedar di katakan dengan kata “Maukah kamu jadi pacarku?”, lalu 3 bulan atau 3 tahun setelah kata itu terucap berubah menjadi kata “kita putus saja” yang keluar dengan begitu mudah dan ringannya.  


Ya, bukti cinta yang paling agung adalah pernikahan dan perjalanan bernama pernikahan butuh lebih dari sekedar cinta. Pernikahan bukanlah perjalanan cinta selama 3 bulan atau 3 tahun, tapi perjalanan manusia seumur hidupnya dan cinta saja tak cukup untuk menjadi bekal perjalanan ini. Tak sedikit pasangan yang bercerai di usia pernikahan mereka yang baru menginjak beberapa tahun, padahal dulu mereka menikah karena saling mencintai. Lalu, kemana cinta yang dulu pernah hadir mengikat mereka?.

Jika cinta saja tak cukup untuk mengiringi perjalanan bernama pernikahan, lalu apa yang di perlukan? Hal mendasar yang kita perlukan adalah Iman, sebuah keyakinan untuk apa dan demi siapa anda menikah. Apakah karena usia sudah menjelang 30 tahun atau orang tua sudah menagih minta cucu? Atau bahkan anda tidak tahu anda demi apa anda menikah? Iman ini akan menjadi pondasi bagi bangunan rumah tangga yang kita bangun bersama pasangan. Ketika pondasi itu tidak baik dan lemah, tentu di guncang gempa kecil pun, bangunan ini akan roboh. Maka, semakin baik dan kuat pondasinya, semakin kokoh pula tiang penyangga bangunan bernama rumah tangga ini.

Ketika kita sudah tahu untuk apa kita menikah, jangan lupa… kita pun harus tahu mau di bawa kemana pernikahan kita. Surga kah? Neraka kah? Atau mau dua-duanya?. Jikalah surga menjadi tujuan kita, maka bangunlah rumah tangga yang sesuai dengan aturan Allah SWT dan RosulNya. Suami kita kaya raya, tapi tak bisa menjadi imam shalat kita. Mau di bawa kemana pernikahan seperti ini? Menjadi imam shalat pun ia tak mampu, apalagi menjadi imam dalam urusan dunia akhirat lainnya. Istri kita cantik rupawan, namun tak bisa menjaga kehormatan dirinya. Mau di bawa kemana pernikahan seperti ini? Menjaga kehormatan dirinya pun ia tak bisa, apalagi menjaga kehormatan dunia akhirat lainnya.

Kita bisa berteman dengan siapa saja, tapi tentu hanya sebagian dari teman kita yang menyandang gelar sebagai sahabat. So, jangan jadikan pasangan kita sebagai teman hidup, tapi jadikan ia sebagai sahabat perjalanan hidup kita. Jadilah anda sahabat terbaik untuk pasangan anda, yang selalu ada di suka dan duka nya, yang menerima apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, yang menegurnya ketika keliru, yang selalu membawanya untuk menjadi pribadi yang lebih baik, yang selalu menjadi orang pertama yang mendukung impiannya.  

Memang, tak bisa di pungkiri, pernikahan bukanlah sebuah perjalanan yang mudah. Bagi saya, pernikahan adalah perjalanan hati, jiwa dan raga. Sebuah perjalanan hati untuk menjadi lebih bijaksana, sebuah perjalanan jiwa untuk menjadi lebih dewasa dan sebuah perjalanan raga untuk menjadi lebih matang. Memang, pernikahan bukanlah sebuah perjalanan tanpa ujian. Ada banyak tantangan didalamnya, tapi percayalah… dengan menikah hidup menjadi lebih tenang dan bahagia ^_^.  Memang, pernikahan bukanlah sebuah perjalanan tanpa perbedaan, dua anak manusia, dua hati, dua jiwa tentu ada banyak perbedaan yang hadir, tapi percayalah dengan bersahabat… kita bisa menjadikan perbedaan menjadi sesuatu yang indah.

Terimakasih telah membaca catatan saya, sampai bertemu di catatan selanjutnya ^_^
Leni Maryani